Kedudukan Dan Peranan Wanita Dalam Adat MinangKabau | Adat Istiadat

kisanaris.com - Math is simple and fun

KEDUDUKAN DAN PERANAN WANITA DALAM ADAT MINANGKABAU


Rogers, 1978 menyatakan bahwa untuk mengerti sebaik-baiknya kedudukan wanita dalam suatu kebudayaan tertentu adalah dengan mempelajari hubungan antara kedua kelompok kelamin yang berbeda yaitu pria dan wanita. Blood dan Wolfe, 1960 mencoba mengerti kedudukan wanita di dalam maupun di luar keluarga dan rumah tangga, maka aspek yang paling penting dalam struktur keluarga adalah posisi anggota keluarga karena distribusi dan alokasi kekuasaan. 

Ada tiga tingkatan lembaga kemasyarakatan harus ditempuh seorang wanita hingga sampai dewasa yang sangat mempengaruhi pandangan hidupnya yaitu :


1. Kedudukan dan Peranan terhadap Anak-Anak (Proses Sosialisasi) 


Pada umumnya orang Minangkabau menganggap seseorang yang berumur antara 5 sampai 15 tahun masih anak-anak. Pola peranan wanita disini terhadap proses pendidikan dalam arti luas atau proses sosialisasi hampir seluruhnya terletak di tangan wanita. 


a. Pola Hubungan di Rumah (Gadang) Keluarga 


Keterlibatan wanita dalam proses pendidikan atau sosialisasi terhadap anak ini dapat dimengerti sebaik-baiknya tentang kedudukan wanita dalam kebudayaan Minangkabau dengan mempelajari hubungan antara kedua grup jenis kelamin pria dan wanita. 

Wanitalah yang menetapkan persiapan dan pelaksanaan upacara, terutama dalam :persiapan penantian, “panggilan” terhadap anggota keluarga lain (mamak, orang semenda, bako, anak pisang, ipar bisan), pengadaan “makanan dan minuman” secara adat dan membalas “jalang” (pembawaan dan balasannya). 

Berbeda dengan anak-anak wanita yang diharapkan sebagai penerus penghuni rumah gadang yang kelak diharapkan “tempat meminta air” oleh laki-laki di kala haus di samping di rumah istrinya sendiri. Sedari kecil anak-anak wanita sudah dibiasakan bekerja sama dengan saudara-saudara mereka semandeh. Mereka dibiasakan dengan sifat-sifat malu berbuat salah dan dapat menenggang orang sekeliling. 


b. Upacara Masa Anak-Anak 


Kedudukan dan peranan wanita sebagai “keluarga initi” atau rumah tangga terhadap kerabat keluarga dan masyarakat luas di desa dan nagarinya. 

Upacara dan kenduri pada masa kanak-kanak dan pendewasaan anak wanita adalah : 

(1) Batanam uri, upacara ba jago-jago (berjaga-jaga). 

Batanam uri dilakukan pada waktu kelahiran bayi sebagai rasa syukur atas keselamatan bayi dan ibunya.Batanam uri, biasanya disebut juga “adat baso basi” (50 Kota, Tanah Datar). Ibu mertua beserta kerabat ayah (baso si anak) dan istri-istri mamak (bisan ibu) serta mamak dan semenda dekat. 

Pada waktu kelahiran bayi, seorang dari kerabat ibu member tahu kepada kerabat ayah.Atau adakalanya mereka telah tahu sendiri.Mertua perempuan dari kerabat ayah (biasanya ibu dari ayah) datang ke rumah anak pisangnya membawa ayam jantan apabila si bayi ang baru lahir seorang anak laki-laki.Apabila si anak perempuan bawaannya berupa ayam betina. 


(2) Upacara aqiqah 


Upacara aqiqah adalah salah satu pelaksanaan ajaran Islam bersumberkan Hadith Nabi Muhammad s.a.w, yang berbunyi : “Anak yang baru lahir menjadi rungguhan sampai dilakukan penyembelihan teruntuk baginya, aqiqah, pada hari ketujuh semenjak hari lahirnya dan pada hari itu juga hendaklah dicukur rambutnya serta diberi nama”. 

Pada upacara ini disyaratkan menyembelih seekor kambing yang dewasa bagi anak wanita dan dua ekor untuk anak laki-laki. 

(3) Upacara turun mandi 

Upacara turun mandi dilaksanakan pada persalinan yang dilakukan dengan perantaraan dukun.Setelah tali pusar putus, biasanya setelah seminggu dilakukan upacara turun mandi.Maksudnya, membawa anak dan ibunya ke sungai untuk membersihkan diri mereka. 

(4) Upacara babako (baanak pisang) 

Baanak pisang bukanlah merupakan upacara yang melibatkan pihak laki-laki.Kegiatan ini semat-mata kegiatan wanita di pihak kerabat ayah (bako).Ibu dan anak bermalam selama 3 atau 4 hari, didatangi oleh beberapa kerabat bako yang terdekat.Ada kalanya kerabat lainnya memanggil bermalam di rumahnya. 




2. Kedudukan dan Peranan pada Masa Remaja 


Menurut kebiasaan masyarakat di pedesaan Minangkabau seorang anak wanita telah berumur 15 tahun atau lebih, telah balig. Bagi ibu bapak kelainan tingkah laku anaknya dari kebiasaannya sehari-hari menjadi perhatian. Sedangkan sebagai gadis remaja, ia hanya dapat membantu. Tugas-tugas yang dilakukannya adalah : 

(1) Untuk dirinya sendiri, adalah menyelesaikan pendidikannya di sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai kesanggupan orang tuanya. 

(2) Di rumah tangga semenjak remaja, anak gadis sudah dibiasakan membantu ibunya mengasuh adik dan bekerja mencuci piring, menyapu dan pekerjaan lainya yang ringan. 

(3) Melalui hubungan kekeluargaan itu tingkah lakunya dikendalikan menurut adat dan agama. 

(4) Dalam upacara adat seperti perkawinan, ia ditugaskan pendamping seorang dewasa “memanggia” (mengundang dengan sirih pinang). 

(5) Sebagai gadis remaja ia telah mengenal, bahwa ia tidaklah berdiri sendiri. Ibu bapaknya, kerabatnya, pendeknya selurug kelompok kekerabatan yang berhubungan dengan keluarganya ikut bertanggung jawab terhadap dirinya. 

(6) Perlakuan orang tua-tua menumbuhkan rasa harga dirinya. 

(7) Kepercayaan terhadap diri sendiri dan rasa harga diri inilah tembok besar yang memisahkan dari tindakan semena-mena pemuda. 


3. Kedudukan dan Peranan Masa Penganten 


Perhelatan perkawinan atau masa penganten adalah suatu peristiwa yang dapat memperlihatkan tali hubungan kekerabatan (saluak baluak), peralatan dan perlengkapan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi, cermin kelompok, cirri pakaian dan pembawaan. Hari upacara (baralek) : uapacara ba bako, menjemput marapulai (mempelai), bersanding di rumah (gadang), manjalang mintou dan pulang malam. Kewajiban-kewajiban seseudah perkawinan : manjalang mamak-mamak, berkisar duduk dan do’a selamat, ke rumah mertua, kewajiban-kewajiban lainnya dan masa kehamilan 


4. Kedudukan dan Peranan Wanita di Rumah Sendiri 


Sebelum memperkatakan wanita di rumah tangganya sebagai keluarga kecil, lebih dahulu dijelaskan kedudukannya dalam keluarga Minangkabau. Secara umum wanita disebut juga “sumarak kampung” atau “pamenan nagari”. Yatim-yatim yang tidak kawin biasanya untuk penghidupannya menggabung diri pada sudara perempuan yang telah kawin. Dalam rapat-rapat atau musyawarah kaum wanita banyak berpengaruh. Wanita dinamakan juga “amban puruak” kunci nan taguah artinya kunci yang kokoh dari perbendaharaan pusaka. Wanita disebabkan warisan adatnya berusaha selalu memperkembang harta pusaka. Pekerjaan sambilan lainnya dilakukannya dalam usaha mendapat penghasilan yang langsung diterimanya. Dengan penghasilan tambahan inilah mereka pergunakan untuk biaya pendidikan anak-anak terutama belanja ke sekolah. 


5. Kelompok Keluarga 


(1) Kelompok keturunan menurut ibu yang terdiri umunya atas wanita-wanita. 

(2) Kelompok sumando, yang terdiri atas suami-suami wanita-wanita. 

(3) Kelompok pasumandan, yaitu istri-istri dari laki-laki rumah gadang itu. 

Pada upacara-upacara adat ketiga kelompok itu mempunyai peranan dan kedudukan masing-masing.Semuanya dilakukan oleh wanita. 

0 Response to "Kedudukan Dan Peranan Wanita Dalam Adat MinangKabau | Adat Istiadat"

Post a Comment